Kamis, 03 Maret 2011

gonggong Makanan Khas Pulau Batam





Siput laut merupakan makanan khas masyarakat di Kepulauan Riau. Warga setempat menyebutnya sebagai gonggong. Hewan laut ini banyak terdapat di Desa Lobam, Tanjung Uban, Pulau Bintan, Kepulauan Riau.

Untuk mencapai daerah Tanjung Uban membutuhkan waktu perjalanan selama 30 menit dengan menggunakan speed boat dari Batam, Ibukota Kepulauan Riau. Perjalanan kemudian dilanjutkan melalui darat sejauh 30 kilometer ke arah selatan Pulau Bintan.
Di pinggir Pantai Lobam seluas 10 hektar inilah gonggong dengan mudah dapat ditemukan ketika air laut sedang surut. Sedikitnya setiap hari terdapat 50 warga setempat yang mencari gonggong di pinggir pantai.
Salah seorang diantaranya nenek berusia 60 tahun bernama Karmelia. Dia mulai mencari gonggong sejak fajar menyingsing, dengan ditemani dua orang cucunya yang telah putus sekolah.
Tak hanya gonggong yang dia dapat bersama cucunya, tetapi juga biota laut lainnya, seperti tripang, kepiting dan udang.
Namun belakangan, gonggong yang berukuran besar semakin sulit didapat. Kebanyakan yang ditemui gonggong berukuran kecil. Belum lagi, pencari gonggong kini telah semakin banyak.
Sehingga Karmelia yang telah menekuni pekerjaan ini selama kurang lebih 20 tahun setiap hari hanya dapat memperoleh satu hingga dua kilogram gonggong. Hasil tangkapannya dijual ke pengepul seharga 7 ribu rupiah per kg.
Di pengepul gong gong yang masih segar disimpan selama dua hari di gudang penyimpanan. Hal ini dilakukan agar kotoran dan pasir lepas dari cangkang gonggong.
Setelah gonggong bersih dijual ke agen penampungan di kota Batam dengan harga antara sepuluh ribu hingga lima belas ribu rupiah per kg. Agen penampungan kemudian menjual gonggong ini ke restoran seharga enam belas hingga dua puluh ribu rupiah per kg.
Gonggong sebenarnya dapat dijadikan alternatif warga Kepulauan Riau mencari nafkah. Namun sayangnya, biota laut jenis Molusca ini belum dapat dibudidayakan. Hewan ini baru terbatas berkembang biak secara alami.
Karena setiap hari diambil, gonggong dapat punah. Apalagi biota laut ini memerlukan waktu lama, sekitar 5 tahun untuk mengeraskan cangkangnya.
Balai Budi Daya Laut Departemen Kelautan dan Perikanan Kota Batam, telah mengupayakan pelestarian gonggong dengan melakukan usaha pelestarian di habitat aslinya di pinggir pantai. Benih gonggong dilepas di areal seluas dua hektar untuk mengetahui pola pergerakan dan reproduksinya.
Gonggong boleh saja semakin sulit didapat. Namun animo masyarakat makan gonggong tetap tinggi.
Hampir setiap restoran sea food di Kota Batam menyediakan menu makanan khas ini sebagai makanan pembuka. Mulai dari restoran khusus, hingga gerai makanan di pusat-pusat perbelanjaan.
Harganya antara dua puluh lima ribu hingga tiga puluh ribu rupiah setiap porsinya. Pembelinya tidak sebatas warga kota Batam, tetapi juga pengunjung dari Jakarta. Salah seorang diantara penggemar makanan gonggong ini adalah Andiyono.
Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Begitu juga soal selera makanan. Bagi masyarakat Kepulauan Riau dan khususnya Batam, gonggong adalah makanan khas mereka. Sehingga bagi mereka yang berkunjung ke Batam, belum lengkap rasanya bila belum makan gonggong.(Sup)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar